Senin, 28 Oktober 2013

Jurnalistik 1, NEWS

Keamanan Kampus J2 Gunadarma Dipertanyakan

BEKASI -- Keamanan kampus J2 Universitas Gunadarma dipertanyakan. Pasalnya, Handphone milik seorang mahasisiwi semester 5 Jurusan Sastra Inggris di Universitas Gunadarma ini raib di dalam kelas. Mahasiswi ini adalah salah satu dari anggota BEMF di fakultas Sastra Inggrisnya.

Andhina pemilik Handphone berjenis blackberry ini tidak menyangka HPnya raib di dalam kelas yang tidak begitu banyak di gedung kampusnya, yang kiranya memiliki pengamanan ketat ini.

"Saat itu waktunya pulang kuliah, ketika dikampus ramai dan dikelas sepi, saya bersama teman-teman sedang berbincang-bincang ketika itu saya sedang charge HP di dalam kelas. Ini hal terbodoh yang saya lakukan, dengan begitu saja melupakan bahwa HP saya sedang di charge, saya kaget HP saya hilang ketika saya kembali lagi untuk mengambil HP," kata Andhina, di Bekasi. (28/10/13)

Andhina menyesalkan akan kejadian ini. Seharusnya, pihak universitas menyediakan cctv disetiap sudut ruangan atau pengamanan yang lain yang lebih ketat. Penyediaan fasilitas cctv bermanfaat untuk para mahasiswa/i jika mengalami hal serupa.

"Saya mempertanyakan keamanan kampus. Kalau HP saya hilang seperti ini siapa yang bertanggung jawab. Harusnya kampus bertanggung jawab untuk hal ini, namun sangat kecil kemungkinannya. Keamanan seperti cctv diperlukan untuk mencegah hal seperti ini terulang," kata Andhina dengan wajah kecewa.

Andhina berharap pihak kampus mencari pelaku agar bisa ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Sehingga kedepannya kasus seperti ini tidak terulang lagi. "Kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Saya harap hal ini tidak terulang lagi. Mungkin dengan ditambahnya cctv di setiap sudut ruangan bisa menambah keamanan dan mahasiswa/i lebih merasa aman dan nyaman belajar di kampus Gunadarma," katanya.

melia cholilah
14611411 - 3sa04

Minggu, 27 Oktober 2013

Jurnalistik 1, Tulisan Feature (perjalanan)

Danau Cirata berpotensi Wisata? Hmm..













1 Danau ini dimiliki oleh 3 kabupaten? Wow! Bandung, Cianjur, Purwakarta!

Akhirnya, malam itu saya dan keluarga saya akan bermalam di salah satu rumah apung milik orang asli cianjur yang tinggal lama di danau cirata, tak lain milik paman saya sendiri. (15/9/2013)

Sebelumnya, saya dan keluarga saya memulai perjalanan dari Jakarta pada Minggu (15/9/2013) pada pagi hari dan sampai dilokasi sekitar pukul 2 siang, istirahat sebentar di rumah paman saya di Cikidang Bayabang, daerah Coklat, lalu kami melanjutkan perjalanan ke Danau Cirata dengan menggunakan mobil sekitar 30 menit perjalanan untuk sampai ke tujuan.

Sesampainya dilokasi Danau Cirata tersebut, saya sempat terpana sebentar melihat pemandangan nan indah dan sangat membuat saya untuk cepat-cepat bermalam dan melihat keindahan kesejukan pada pagi hari di rumah apung, yaaa.. terapung di air, yang tidak pernah sebelumnya saya rasakan.

Mala, salah satu sepupu dari anak paman saya, kami duduk di saung, Mala menceritakan tentang berbagai kegiatan mulai dari bisnis hingga para nelayan yang mencari ikan untuk memenuhi kehidupan, dan tak lupa berbagai keindahan alamnya yang menawan. Namun, lanjutnya, belum tergarap dengan baik. Ia mengungkapkan sebagaian besar yang menginap adalah wisatawan yang berasal dari luar kota bahkan sepengetahuannya, ada wisatawan asing yang berwisata kesini.

“kapal atau disebut perahu yang ukurannya lumayan besar, digunakan penduduk sebagian besar disini untuk menjalani bisnis dan untuk kehidupannya, kita bisa menggunakannya untuk mengelilingi danau cirata, bahkan ke kota bandung menggunakan perahu juga bisa!” ujar Mala.

(16/9/2013) pagi yang indah, dengan kicauan suara burung-burung kecil terbang mengelilingi rumah apung ini, suara mamang jualan mendayungkan perahunya menjajakan sarapan pagi yang masih hangat, suara perahu yang lewat sehingga membuat rumah apung ini goyang namun tidak kencang. Merasakan keindahan pada pagi itu, terlihat kedamaian yang sepertinya sangat diinginkan oleh sebagian banyak orang.

Dalam liburan yang membawa pengetahuan serta pembelajaran buat saya tentang keindahan alam hingga berartinya kehidupan, dengan melihat para nelayan yang mencari ikan di pekatnya malam ketika orang-orang tidup lelap. “saya bisa mengumpulkan kurang lebih 5kg ikan beda-beda ukuran, jika beruntung hanya 5 jam di danau, tetapi jika bukan hari saya, saya bisa 7-9 jam di danau untuk dijual lagi esok hari” mang dadan, 51tahun, pendayung malam.

Tak hanya sekedar panorama dan segala keindahan danau cirata yang ada di Indonesia ini yang akan saya kenang. Melainkan juga sisi budaya, masalah sosial, dan masalah lingkungan, sampai problematika transportasi yang dihadapi saya dan keluarga selama perjalanan.

Masih berada di Daerah Danau Cirata, Cianjur, Jawa Barat ini saya dan keluarga saya, dimana tempat kami bermalam, bakar-bakar ikan sambil menikmati keindahan dari-Nya, berharap di kemudian hari kami bisa mengunjungi daerah asri yang menurut saya berpotensi wisata ini.

melia cholilah
14611411 - 3sa04

Jurnalistik 1, Hasil Investigasi

Peduli Pendidikan, Para Remaja ini Mengajar Anak Jalanan














Anak jalanan, tidak sedikit orang yang menganggap bahwasannya anak jalanan itu memiliki attitude yang buruk dan tidak peduli terhadap sekitar bahkan terhadap hidupnya sendiri. Anak jalanan bukan lah sesuatu hal yang menyeramkan ketika kita temui di setiap lampu merah, padahal terdapat banyak hal yang bisa kita ambil hikmahnya ketika kita mau dan ikut peduli terhadap hidup mereka.

Pendidikan, siapa yang tidak mau mendapatkan pendidikan yang layak seperti halnya para anak-anak yang masih bisa dihidupi oleh orangtuanya, diberikan pendidikan yang layak, disekolahkan di sekolah yang ternama. Namun, bagaimana dengan nasib anak jalanan yang hanya bisa duduk termenung menadahkan tangannya di pinggir jalan, atau yang mereka bisa hanya memainkan nada pada gitar kecilnya di setiap lampu merah. Lalu pendidikan layak seperti apa yang bisa mereka dapatkan, jika setiap hari dimereka harus mencari kehidupan demi sesuap nasi?

Kunjungan kami, pada hari Minggu siang tepatnya di Ruko depan Primagama dibelakang Bekasi Cyber Park Mall. “Anak Jalanan itu tidak seperti yang masyarakat pada umumnya membicarakan tentang perilaku buruk mereka, padahal dihati kecil para anak jalanan terdapat kemauan yang tinggi dalam mencapai cita-cita mereka, begitupun kemauan belajar yang tinggi, walau sulit” Agung, 20 tahun, Mahasiswa.

“Kami KOPPAJA ( Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan ) sudah berdiri di Bogor, Bekasi, dan Jakarta, kami mengajar anak jalanan setiap hari Minggu siang rutin di depan ruko ini, Fun Learning cara kami dalam mengajar anak jalanan, tidak mudah dan tidak cepat dalam membangun karakter mereka” Imel, 19 tahun, Mahasiswi Universitas Gunadarma.

Dua orang dari para remaja yang peduli dengan pendidikan anak jalanan itu memberikan tanggapannya, bahwa anak jalanan itu sebenarnya juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, komunitas KOPPAJA ini akan membantu para anak jalanan dalam melanjutkan sekolah formalnya dikemudian hari setelah character buildingnya terbentuk, begitu ujar Agung ketua KOPPAJA bekasi.

melia cholilah
14611411 - 3sa04

Selasa, 22 Oktober 2013

Tempat Wisata di Sulawesi Tenggara


BENTENG KERATON BUTON – KOTA BAU-BAU


Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur/gunung dan direkatka dengan telur. Saat pembangunnya, semua warga Buton bekerja bakti untuk benteng tersebut. Seorang perempuan yang kaya dan dermawan bernama Wa Ode Bau, menyumbangkan perhiasan satu tudung saji diserahkan kepada kerajaan Buton untuk terlaksananya pekerjaan benteng itu akhirnya diselesaikan pada tahun 1647. Benteng yang berbentuk lingkaran ini dengan panjang keliling 2.740 meter.

Benteng terpanjang di Indonesia dan di dunia ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa dan 16 emplasemen meriam yang mereka sebut Baluara. Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh anda dapat menikmati pemandangan kota Bau-Bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian,suatu pemandangan yang cukup menakjukkan. Selain itu, di dalam kawasan benteng dapat dijumpai berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Buton.

AIR TERJUN TIRTA RIMBA – KOTA BAU-BAU



Orang Bau-Bau menyebut air terjun sebagai air jatuh, sedangkan yang dimaksud air jatuh disini adalah Air Terjun Tirta Rimba. Tidak banyak memang air terjun di kota ini, dan Tirta Rimba merupakan salah satu yang paling populer bagi warga sekitar.

Air Terjun yang merupakan aliran Sungai Kokalukuna ini mempunyai ketinggian hanya sekitar 6 meter dengan lebar aliran sungai sepanjang kurang lebih 5 meter. Air mengalir dari atas melalui batu-batu besar menuju kolam yang telah dibentuk dengan ukuran sekitar 10×7 meter lengkap dengan papan tempat meluncur layaknya kolam renang. Air Terjun yang terletak 4 km dari kota Bau-Bau ini menjadi favorit warga sekitar karena selain letaknya yang strategis juga murah meriah. Pengunjung hanya dikenakan tarif sebesar Rp.2.000 dan bahkan pada saat di luar musim liburan pengunjung tidak dikenakan tarif sepeser pun. “Biasanya hanya hari libur saja ada yang jaga dan mengutip (memungut uang retribusi), itu pun tidak tentu kadang dari Dispenda, kadang dari Kehutanan, kadang dari instansi lainnya”, tutur salah satu warga yang sering berkunjung ke sana.

Cara terbaik untuk menikmati Air Terjun Tirta Rimba ini adalah dengan berdiri di bawah aliran air dekat batu-batu besar, karena airnya tidak terlalu deras sehingga cukup nyaman untuk berdiri di bawahnya. Air di sini juga sangat jernih karena memang tempat ini merupakan salah satu daerah konservasi yang berada dalam pengawasan Kementerian Kehutanan.

Sumber : http://galeriwisata.wordpress.com/wisata-sulawesi/wisata-sulawesi-tenggara/air-terjun-tirta-rimba-bau-bau/

GOA LAKASA – KOTA BAU-BAU



Goa Lakasa yang terletak di Kelurahan Sulaa, Kecamatan Betoambari, Kota Bau-Bau, Propinsi Sulawesi Tenggara ini diambil dari nama orang penemu goa ini, yaitu Pak Kasa. Sedangkan nama La merupakan nama imbuhan bagi lelaki masyarakat Bau-Bau. Goa ini memiliki kedalam sekitar 120 meter dan terdapat mata air yang mengkristal, stalaktit dan stalakmit yang indah walau sudah berumur ratusan tahun.

Memasuki goa ini berarti memasuki perut bumi. Begitu memasuki goa ini kamu akan disambut dengan rangkaian stalaktit dan stalakmit dengan berbagai bentuk yang indah Dahulu pintu masuk goa ini hanya seukuran badan orang dewasa dan untuk menyusui goa ini diperlukan senter untuk penerangan. Namun pada tahun 2010, pemerintah sudah memugar pintu masuk goa ini sehingga pengunjung bisa dengan mudah memasuki goa ini. Di sepanjang jalur penyusuran goa ini pun sudah terpasang lampu sehingga pengunjung bisa leluasa menyaksikan stalaktit dan stalakmitnya yang indah.

Setelah menyusuri goa selama kurang lebih 15 menit kamu akan sampai di pangkal goa yang terdapat kubangan air menyerupai telaga. Oleh masyarakat sekitar telaga ini dinamakan Pemandian Lakasa. Airnya tawar, jernih dan sejuk. Saat musim kemarau pun air di telaga ini tidak pernah kering dan bisa mencukupi kebutuhan air untuk warga sekitar.

Sumber : http://www.utiket.com/id/obyek-wisata/bau_bau/113-goa_lakasa.html

MELIA CHOLILAH
14611411
3 SA 04